Aku punya
obsesi!!! Apa itu? Mungkinkah terwujud? Nothing impossible.
Saya doyan banget sama yang namanya baca novel *sampai lupa makan, lupa
belajar, lupa tidur, lupa semuanya dah*. Nah, kalau begini repot kan jadinya.
Kadang sempat mikir gini, “ini penulis novel pasti seneng banget ya, karyanya
dibaca oleh orang lain yang bahkan nggak dikenalnya. Nah, kalau kita pembaca
yang gemar baca novel dapat kesenangannya karena itu adalah hobi kita.
Have fun.” Sempat miris hati kalau jalan-jalan ke toko buku, lihat ke rak-rak
novel. Berbagai judul terpajang disitu dari teenlit, novel dewasa, terjemahan,
dan lainnya. Pasti bangga banget kan kalau kita ngelihat yang terpajang di
rak-rak itu adalah karya kita, hasil tulisan kita yang dengan jelas manampilkan
nama kita beserta profil. Huaaa… bayangin deh, kalau besok-besok itu terjadi.
Kalau aku, pasti langsung jingkrak-jingkrak di toko buku itu. Nggak peduli mau
dibilangi orang gila, kampungan atau apalah. Karyaku gitu loh, dipajang, dan
pastinya dibaca (meski belum tentu dibeli).
Ini nih yang aku cita-citakan, suatu saat nanti buku karya ku terpajang
di rak Gramedia. Pengen banget nantinya punya pekerjaan terus sampingannya
nulis novel. J
Blogroll
Translate
Search Blog
Yama-piiii

What Time Is It?
Ryuu ^_^

Jumat, 24 Februari 2012
Drama Kita- Kelas Bahasa Diremehkan, Ooo Tidak Bisa!
Drama ini dibuat
untuk memenuhi nilai tugas semester 4 kami. Naskah drama ini diprakarsai oleh
siswa-siswi SMAN 4 Kendari kelas XI IA1 (sekarang XII olimpiade) yang terdiri
dari:
1. Cahyaniza
2. Mohammad Hardiansyah M.
3. Nirmala Atma Adiningsih
4. Nur Choiriyah D.
5. Ranny Stefany L.
6. Risqah Fadilah
7. Suhardiman Jaiz
Tokoh:
1. Inyong
2. Sarjo/ Ki Bagoes (Dukun)
3. Inta
4. Tina/ Stevani (Anak Dukun)
5. Rahenk
6. Tumi
7. Pak Suswoyo/ Pak Nugraha
Sekolah
ini memang terkenal dengan segudang prestasi yang dimiliki siswa-siswanya.
Ratusan bahkan ribuan piala tersebar merata di berbagai ruang penting di
sekolah, seperti di ruang kepala sekolah, kesiswaan dan ruang Osis, bahkan ada ruangan khusus bernama ruang
Piala. Mau tahu siapa penyumbang piala-piala itu? Siapa lagi kalau bukan anak
IPA 1. Hampir semua piala yang ada di sekolah ini disumbangkan oleh mereka.
Kelas lain hanya mengambi sisa-sisanya. Mereka memang hebat. Dari
generasi-generasi tempo dulu selalu saja begitu, kelas IPA 1 memang selalu menjadi yang terunggul di sekolah ini.
Di mana-mana IPA 1 melulu. Guru-guru tak akan pernah berhenti memuja-muja kelas
itu.
Beda
halnya dengan kelas Bahasa, kelas ini diibaratkan anak tiri dalam keluarga.
Tidak pernah diperhatikan. Bahkan sering dilupakan. Dalam strata sekolah ini,
kelas ini menduduki strata sosial terendah, selalu diremehkan. Dianggap tidak
kurang dan tidak lebih sebagai kelas buangan. Sama sekali tak eksis, sering
dilupakan. Kecuali apabila ada berita pencurian, bolos, dan perkelahian. Baru
mereka ingat bahwa di sekolah ini ada kelas yang bernama Bahasa. Kelas Bahasa
bahkan luput dari peta sekolah, kelas ini memang berada terpencil sekali di
sekolah. Bahkan rumah si abang penjaga sekolah masih lebih terkenal dari kelas
bahasa. Survei bahkan membuktikan, jika anda bertanya pada siswa-siswa di mana
kelas Bahasa lebih
dari 80% tidak mengetahuinya. Pada saat upacara bendera, kelas Bahasa bahkan
tidak dipasangi papan nama kelas seperti kelas-kelas lainnya. Benar-benar
dilupakan.
Tahun
ini, kelas Bahasa hanya dihuni oleh 13 orang (angka sial). Dapat dihitung
dengan jari. Tapi pada saat proses belajar mengajar, maksimal yang ada di kelas
hanya 3 orang saja. Mereka memang sangat sibuk, mengalahkan kesibukan ketua
OSIS, sampai sangat jarang mendaratkan bokongnya di kursi masing-masing. Siswa-siswanya memang berandalan dan semuanya
aneh bin tidak masuk akal. Guru-guru bahkan malas sekali datang mengajar, berbagai
alasan mengucur dari mulut mereka. Kecuali mungkin, Pak Suswoyo, pak guru
dengan logat Jawa yang kental. Beliau sangat
jarang absen, walaupun badai menghadang, walaupun diterjang ombak dahsyat, Beliau tetap
mengajar. Itu karena, Beliau tak lain dan tak bukan adalah perwalian kelas Bahasa yang juga guru Bahasa Indonesia.
Adegan 1
Kelas
Bahasa hari ini tidak jauh dari biasanya, suram, gelap, dan seperti warna
abu-abu. Hanya sayup-sayup suara Pak Suswoyo yang terdengar dengan logat jawa yang kental dan seperti biasa juga kelas ini hanya dihuni oleh empat orang, yaitu Pak Suswoyo, Rahenk (Ketua Kelas Bahasa), Inyong, dan Tumi. Pak Suswoyo
sedang menjelaskan tata cara penulisan Karya Ilmiah dengan nada yang
membosankan. Tapi tak seorangpun yang mendengarkan. Tumi, Rahenk dan Inyonk sibuk dengan “urusan mereka
masing-masing.”
Pak Suswoyo : (menggaris papan tulis
menjadi dua bagian dan menuliskan kalimat “Karya Tulis Imiah” membaca buku Bahasa Indonesia). “Karya Tulis Ilmiah adalah blabla.” ( melihat ke arah murid-muridnya, menggeleng,
berjalan ke arah Rahenk dan menarik komik dari balik buku tulis). “Sudah
berapa kali Bapak bilang, jangan baca komik saat bapak mengajar! Bapak enggak
suka, contoh anak IPA 1, mereka tenang dan selalu perhatikan kalau Bapak ngajar.”
Adegan 2
Sementara
itu, di
kelas IPA 1 suasananya berbeda 180o dari kelas Bahasa, walaupun
tidak ada guru yang mengajar, suasananya sangat tenang dan damai. Hal tersebut juga didukung oleh fasilitas dan
furniture mewah yang disediakan sekolah untuk kelas IPA 1. AC, dispenser, LCD,
lemari kaca (yang isinya piala), vas bunga yang mahal dan masih banyak
lagi. Belum lagi dinding yang dicat
dengan seni dan kreativitas yang tinggi,
dengan perpaduan warna ungu soft dan biru muda, serta plapon yang dicat dengan
motif awan menjadikan kelas ini benar-benar bagus. Di
meja mereka masing-masing betumpuk buku-buku pelajaran yang selalu menjadi
bacaan mereka. Semua guru sangat bahagia mengajar di IPA 1. Jika guru memberi
kuis, siswa-siswanya sangat antusias untuk menjawab pertanyaan, bahkan tak
jarang sampai ada yang berdiri antusias
untuk menjawab. Apalagi siswa yang bernama Inta, Tina dan Sarjo, juara 1, 2,
dan 3 umum sekolah ini. Mereka sangat bustor alias bureng alias buru rangking.
Adegan 3
Inta,
Sarjo, dan Tina adalah bintang kelas IPA 1, mereka cerdas dan memiliki
intelektual yang tinggi, mereka juga Pengurus OSIS SMA Negeri 4 Kendari, Kekurangan mereka hanya satu yaitu
memiliki nama yang katro dan kampungan.
Saat
itu, mereka
sedang menyebarkan pamphlet lomba “Karya Tulis Ilmiah Tingkat SMA/MA Se-Kota Kendari” di setiap kelas.
Inta : (menyortir
kertas yang ada di tangannya) “Ehh, sa punya ide, bagaimana kalo kita sebar di kelas Bahasa juga.” (dengan nada menghina)
Sarjo :
“Eits, cuci dulu mulutmu, tapi di mana itu kelas Bahasa?”
Tina : “Sini mi, sa mau liat bagaimana reaksinya mereka kalo kita datang
sebar pamphlet, mereka histeris itu. Astaga iyo di, di mana kelas Bahasa?” (berbicara dengan cepat)
Inta :”Di bagian terutara ini sekolah, ko tau ruang tim
pas? Jalan dulu di situ baru lewati penurunan baru lewati semak, ih banyak biasa di situ kodok, ada pohon beringin, nah
samping kiri atau kanannya kelas Bahasa mi.” (berbicara dengan cepat tanpa bernapas)
Tina :
“Wih, kenapa ko bisa tau?”
Inta :”
Oh, biasa.. anak OSIS kan sibuk.”
Inta, Sarjo dan Tina bergegas melewati rintangan
dan hadangan menuju kelas Bahasa yang terpencil. Saat mereka sampai…
Sarjo :
“Astaga SMA 4 ini atau SMEA?” (Sambil
menaikkan kacamatanya)
Tina :”Ampun, sa kira pernah ini
gudang sekolah pa, ter-“
Rahenk :”Terus kenapa mi katanya, jadi ko
senang mi sampai di kelas Bahasa.”
Inta :”Oi, jaga mulutmu kalau bicara
sama kita.”
Tumi :”Wee,
kau yang tidak jaga mulut nah, lagian ko mau bikin apa di sini? Bukan daerahmu
ini.”
Inta :”Asal
ko tau kita ini anak OSIS, so kita berhak ke sini sebar pamflet lomba KTI, tapi
sa rasa kayaknya percuma deh, pasti kamorang nda bisa ji ikut. Secara, otaknya
kamorang apa ji dayanya! Ayo mi kita pergi dari sini.” (menarik tangan Tina dan Sarjo sambil berlalu)
Inyong : (muncul tiba-tiba) ”Dengar semuanya,
jangan menilai seseorang dari luarnya saja. Kalian pikir kita nda mampu ikut
KTI, kita buktikan kalau kita akan menang di lomba ini.”
Sarjo :
”Oi, cuci mulutmu, bicaramu ji itu. Sa kasi tau kamorang nah, lebih baik jangan
mi kalian ikut daripada kalian buang-buang uang registrasi. Ko punya ka uang Rp
75.000?”
Tumi : ”Eh,
ko pelan nah, jangan ko pikir hanya karena kau anak IPA 1 ko remehkan kita. Sa
tau ji kau namamu Sarjo bin Tukimin, jeleknya mi itu namamu pa, namamu juga (menunjuk Inta) Inta, nama apa itu,
bukankah itu Ina-ina yang menjual di pasar Lawata. Apalagi kau, Tina, astaga
tinggal tambah “J” jadi tinja pa. Dasar kamorang Trio nama katro.”
Tina : ”Ko
hina-hina namanya kita kayak bagus itu namamu.”
Rahenk : ”Memang
bagus ya, kamorang ji itu Trio katro. Kamorang pergi mi dari sini!”
Inyong : ”Plis
go away from here. Tunggu tanggal mainnya, kita akan kalahkan kalian.”
Inta : ”Tanpa
kalian suruh, dari tadi kita mau pergi ji dari sini, ini tempat kayak neraka
pa.”
Inta, Sarjo dan Tina beranjak pergi dengan wajah emosi karena
telah ditantang oleh anak Bahasa yang mereka anggap tidak selevel dengan
mereka. Tersisalah di kelas Bahasa Tumi, Inyong dan Rahenk. Mereka melongo, seakan
tidak percaya atas apa yang telah mereka lakukan tadi.
Rahenk :”Gosh,
apa yang kita bikin tadi, bisanya kita tantang anak IPA 1, sama saja kita masuk
ke lubang buaya.”
Tumi : (membaca pamflet dengan muka shock) “Apa
mi kita mau bikin ini? Secara nda ada
sama sekali kita tau karya tulis ilmiah.”
Inyong : ”Tenang,
tenang brother sister, calm down, apakah temanya?”
Tumi : ”Kebudayaan
Sulawesi Tenggara, Maha Karya Nenek Moyang Yang Patut Dilestarikan, Ya Tuhan,
baru sa dengar kata-kata tingkat tinggi kaya begini. Apa mi kasian kita mau
tulis di Karya Tulis Ilmiah, setahuku susah buat beginian (membaca lagi pamflet) astaga tahambur aturannya.”
Rahenk : ”Kita
pikir dulu apa temanya pale. Huh, itu juga Trio katro kenapa ka da datang cari
masalah sama kita bikin emosi saja, sa pica pi. (menaikkan lengan bajunya)
Tumi : ”Huu,
sa panggilkan dukun Wawonii supaya serang mereka baru rasa.”
Inyong : ”Eits,
tunggu dulu bagaimana kalau temanya perdukunan Wawonii, keren pasti itu nda
terpikirkan sama orang lain.”
Tumi : ”Astaga,
keren keren keren, iyo di. Kan perdukunannya Wawonii itu juga bisa dibilang
budayanya Sultra.”
Rahenk : ”Astaga,
iyo di. Ide bagus bro.”
Inyong : ”Sekarang
masalahnya, sama siapa kita mau minta ajar buat Karya Tulis Ilmiah, nda mungkin
kita buat sembarang.”
Mereka bertiga terdiam sesaat, hening. Sampai ada suara
yang memecah keheningan siang hari di kelas Bahasa.
Inyong, Tumi : ”Pak Suswoyo!”
dan Rahenk
Mereka bangkit berdiri, suasana wajah mereka berbeda
dari yang sebelumnya. Senyum simpul terukir di wajah mereka. Mereka pun
melangkahkan kakinya, berlari ke ruang guru tempat Pak Suswoyo biasa berada.
Adegan 4
Rahenk : (dengan napas ngos-ngosan).”Pak gu-ru! As-sa-la-mu
a-lai-kum.” (mengagetkan Pak Suswoyo yang
sedang tidur di mejanya)
Pak
Suswoyo :”Hah, apa? Ditabrak becak? Hah?”
(muka bego, mengelap air liurnya di pipi)
Inyong :”Begini
Pak, sori sebelumnya bikin kaget. Kita mau minta-“
Tumi :
(menyiku Inyong dan berbisik) “Da belum sadar kayaknya. Pak (mengguncang pundak Pak guru), Pak Guru,
oy oy.”
Pak Suswoyo : (sadar tapi masih shock). “Aduh, maaf yah
nak sebelumnya tadi Bapak tidur. Kalian anak kelas Bahasa kan? Kok tumben toh
mau ke sini”
Inyong : ”Begini
Pak, kita mau minta bantuannya Pak guru karena kita ikut lomba Karya Tulis Ilmiah”
Pak Suswoyo : ”Hah? Hah?
Kalian gak bohong kan? Kok bisa ikut ginian?” (lebih shock dari sebelumnya)
Rahenk : ”Bisa-bisa
saja toh Pak, kan kita cicco abis”
Tumi : ”Pak
guru mau bantu ji kita toh Pak?”
Pak Suswoyo : (bangkit dari kursi) ”Begini, dulu itu
saya juga sama teman saya ikut Karya Tulis Ilmiah, kami sebenarnya diremehkan,
tapi kami tidak menyerah (mengajukkan
jari telunjuknya ke udara). Kami yakin kalau kami bisa menang. Nggak dengar
kata orang lain mau bilang apa. Akhirnya kami bisa juara loh, kami bangga
sekali. Kami-“
Inyong : (memotong kuliah siang bolong Pak guru) “Jadi Pak, mau ji bantu kita?”
Pak Suswoyo : “Oh,
jelas saya sebagai wali kelas yang baik, teladan, rajin menabung, taat kepada orang
tua, arif dan bijaksana.”
Rahenk : “Pak guru(membentak), mau bantu atau tidak…!!!!!”
Pak suswoyo : “Nje nje
, Bapak pasti bantu sebisa Bapak, ngomong-ngomong kapan deadline nya?”
Tumi :
(membaca lagi pamflet). “Dikumpul 2
minggu depan Pak.”
Pak
Suswoyo : “Kalian sudah punya ide untuk KTI nya?”
Inyong : “Tenang
Pak, semua sudah tersimpan disini (sambil
menunjuk kepala). Temanya tentang perdukunanan Wawonii.”
Pak Suswoyo : “ Hah? Perdukunan? Wawonii?”
Tumi : ”Kan
temanya tentang kebudayaan Sultra Pak, jadi kita cari judul yang unik tapi tetap
nyambung ji sama temanya.”
Pak Suswoyo : ”Oh,
bagus juga temanya kalian Nak, Bapak juga nggak nyangka bisa punya ide kayak
gini toh. Tapi kalau Karya Tulis Ilmiah banyak yang harus diperhatikan. (memgambil kertas dan pulpen, mulai menulis)
Inyong,
Rahenk: (memperhatikan Pak Suswoyo dengan
serius)
dan Tumi
Pak Suswoyo : ”Pertama-tama, sebelum
yang kedua, Karya Tulis Ilmiah judulnya harus menarik. Pembahasannya juga nggak
usah terlalu luas, biar sempit yang penting mendalam. Kan Bapak dulu sudah
jelaskan tata cara penulisan Karya Tulis Ilmiah (mereka bertiga bengong). Bagian-bagiannya itu (menulis di kertas dan kemudian menyerahkan pada Inyong). Yang
namanya Karya Tulis Ilmiah itu, harus berdasarkan data-data yang real dan gak
dibuat-buat. Karena dari situ dilihat ilmiahnya sebuah karya Nak. Begini saja,
kalian pakai metode wawancara saja untuk dapat data. Usahakan wawancarai
dukunnya langsung.”
Tumi : ”Apa? Wawancara
dukun? Ngeek.”
Pak Suswoyo : ”Iya toh Nak, kan buat
dapat data. Bagaimana kalau hari ini, buat dulu latar belakangnya. Ada yang
bawa laptop?”
Tumi : “Bawa Pak.” ( mengeluarkan
laptop dari tas)
Setelah itu, mereka bertiga dibantu Pak Suswoyo
mengetik latar belakang makalah karya ilmiah, mereka memulai mengisi lembar
putih pada Ms Word hasil pemikiran mereka. Mereka berpikir keras dan serius,
hal yang jarang terjadi.
Pak Suswoyo : “Astagfirullah,
Bapak lupa, Bapak tau lho, dukun yang hebat, menurut gosip yang beredar dia itu
lulusan universitas luar negeri.”
Inyong : “hah, masa dukun
lulusan luar negri?”
Adegan 5
Sepulang sekolah trio anak bahasa memutuskan untuk
menemui dukun yang disarankan oleh Pak Suswoyo. Ya, namanya Ki Bagoes. Dia
adalah dukun lulusan Amerika jurusan ritual Universitas Durmstanger. Belum puas
atas ke-shockan mereka karena sebelumnya tidak percaya ada dukun lulusan
Amerika, Rahenk, Tumi dan inyong masih dikejutkan sesampainya di depan rumah
dukun itu. Rumahnya bergaya minimalis dengan warna cat dinding yang elegan,
jauh dari apa yang mereka bayangkan sebelumnya, seperti yang ada di TV-TV yakni
rumah yang angker dan bernuansa hitam.
Rahenk, Tumi : “ Assalamu’alaikum.”
dan Inyong
Anak dukun : “Walaikum
salam. Silahkan masuk! Selamat datang, selamat datang di rumah kami. Jumpa
dengan saya Stevani dan ayah saya, dukun lulusan Amerika yang terkenal. Lahir
di tanah Jawa, imigrasi di Wawonii, besar di Wawonii, dapat beasiswa di Amerika
dan lulus sebagai Cum Laude.” (berbicara ala pembawa acara di tv sambil
memegang kertas yang berisikan kata-kata tersebut). “Mari saya antarkan ke
ruangan ayah saya.”
Rahenk,
Tumi : (terkejut). “Heee?”
dan Inyong
Di hadapan mereka, orang yang bernama Ki Bagoes juga
jauh dari bayangan mereka sebelumnya. Dia sama sekali tidak seperti dukun-dukun
di tv yang memakai pakaian serba hitam tapi malah memakai jas casual berwarna
abu-abu dan dasi dengan warna yang senada. Empat kali terkejut di langkah awal
masuk ke rumah Ki Bagoes membuat mereka shock setengah mampus. Di hadapan Ki
Bagoes, memang ada perlatan seperti dukun-dukun lainnya, hanya saja dia lebih
modern dengan laptop merek Acer di hadapannya. Globalisasi memang menginfeksi
setiap kalangan, tak terkecuali dukun.
Tumi : “Begini Ki, kami datang ke sini
untuk-“
Dukun : “Saya
sudah tau, pasti kalian mau cari info tentang ilmu perdukunan saya untuk
dimasukkan dalam bahan KTI kalian kan?”
Rahenk, Tumi : (heran, dan saling memandang)
dan Inyong
Inyong : “Dari mana Ki bisa tau?”
Dukun : “Ohh
ya jelass….. saya ini ahli dalam membaca pikiran orang. Kalian jangan anggap
enteng saya. Begini-begini saya lulusan amerika yah. Cum Laude lagi. Kalau kalian tidak percaya ini buktinya.” (memperlihatkan sertifikat-sertifikatnya).
Rahenk : “Astahai. Sa kira bohongan paw.
Ternyata astaga.”
Dukun : “Sudah,
nda usah berlebihan, santai saja! Ayo cepat! Apa yang ingin kalian tanyakan?
Tidak perlu bertele-tele. Sa nda sabar mi di wawancara, aduuh serasa jadi
artis.”
Anak dukun :”Pipi, Vany juga diwawancara kan? Aduh, aku
gak sabar nih”
Rahenk & Tumi: (melongo)”Ngeeks!”
Inyong : ”Astaga
Ki, kita lupa siapkan pertanyaannya. Bagaimana mi Ki?
Dukun : ”Oh,
tenang. Ini mah masalah kecil. Nda usah ditanya juga saya akan berikan kalian
informasi selengkap-lengkapnya”.
Anak dukun : ”Pipi,
maunya aku aja yang wawancara, trus mereka video gitu”.
Dukun : ”Aduh
Vany, jangan ganggu kerjaan gue la yaw. Sibuk nih”
Inyong, Tumi : (melongo)
dan Rahenk
Dukun : “Saya mulai yah,
kalian videokan. Oc?”
Tumi : “Oc”
Ki Bagoes mulai bercerita panjang lebar mengenai
Wawoni. Dia menceritakan kehebatan orang-orang di sana dari A sampai Z. Setelah
30 menit lelah bercerita, ia berhenti.
Dukun : ”Ki
tahu, kalau buat Karya Ilmiah itu harus punya sumber buku untuk tinjauan
pustakanya, maka, Ki meminjamkan kalian buku. Gunakan buku ini sebaik-baiknya,
setelah itu baru dikembalikan yah!”
Rahenk : ”Makasih banyak Ki Bagoes”
Dukun : ”Kalau ada yang mau ditanyakan
lagi, call me at 0852XXXXXxxxx
Tumi : ”Makasih Ki”
Inyong : ”Kalau begitu, kita pamit dulu. Assalamu alaikum!”
Inyong : ”Kalau begitu, kita pamit dulu. Assalamu alaikum!”
Dukun : ”Waalaikum salam.”
Anak dukun : (berdiri di dekat pintu). “Terima kasih
atas kunjungannya. Saya Stevany Bagoes undur diri dari hadapan anda, kritik dan
saran dapat anda kirimkan di alamat facebook saya “Vany chaiayank
pipidukun_clamnyaporeph4” dan facebook pipi saya “Dukunrocknroll Ki-Bagoes
Chyank-Vany clamanya. Kami harapkan sepulang dari sini tolong beritahu ke
teman, kerabat, anak, cucu dan keturunan anda bahwa ayah saya adalah dukun
terhebat di jagad raya ini. Dia lulusan Cum
Laude di Amrik!” (tersenyum pada
Inyong, Rahenk dan Tumi).
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.45 sore. Sinar
matahari senja menerpa mereka ketika keluar dari rumah Ki Bagoes. Dengan senyum
simpul terukir di wajah mereka, mereka bergegas pulang di bawah naungan langit
senja berwarna orange kemerahan.
Adegan 6
Inyong, Raheng dan Tumi bekerja keras untuk Karya Tulis
Ilmiah mereka di hari-hari berikutnya. Secara rutin mereka mengunjungi Pak
Suswoyo di ruang guru untuk konsultasi. Atas saran Pak Suswoyo, mereka juga membuat Kuesioner
untuk memperoleh data yang kata Pak Suswoyo akan diubah dari data kualitatif
menjadi kuantitatif. Membagi kuesioner di kelas-kelas tidaklah mudah, apalagi
anak Bahasa selalu dipandang sebelah mata oleh banyak orang, untunglah Pak
Suswoyo membantu mereka dengan membagi kuesioner di kelas-kelas tempatnya
mengajar.
Hari demi hari berlalu. Tak terasa 12 hari mereka
mengahabiskan waktu untuk membuat makalah karya ilmiah. Di penghujung bulan
Maret ini adalah waktu yang menentukan harga diri mereka, setelah mereka
melakukan perbuatan yang tak disangka-sangka yaitu “menantang jawara IPA 1
dalam lomba KTI”. Harga diri mereka dipertaruhkan, bukan hanya di hadapan anak
IPA 1, tapi juga di hadapan seluruh sekolah. Bayangkan saja, jika mereka
mengalahkan anak IPA 1 kelas Bahasa tidak akan diremehkan lagi. Strata
sosialnya akan naik dan disetarakan seperti kelas lainnya dan kelas Bahasa tak
akan dipandang sebelah mata seperti dahulu.
Adegan 7
Akhirnya, tanggal 29 Maret tiba juga. Hari yang cerah
di ruang Aula Universitas Haluoleo, tempat lomba ini diadakan. Lomba akan
dimulai pukul 10.00, saat ini baru peserta dari SMAN 4, yaitu kelompok Inyong
dkk serta Inta dkk yang hadir.
Tumi : ”Sumpah,
sa takut, sa gugup, ini pengalamannnya kita yang pertama ikut lomba.” (menggigit kuku)
Inyong : ”Tenang
saja teman, ingat kata pepatah, setiap usaha yang keras akan menghasilkan hasil
yang besar. Kan selama ini kita sudah berjuang keras, jadi pasti akan ada
hadiah manis dari usahanya kita”
Sarjo : (tiba-tiba muncul di hadapan mereka bersama
Inta dan Tina). “Hah, iyo? Itu kata-kata masih mau, ko curi buku di mana ko
bisa tau pepatah.”
Tina : ”Ah,
sa nda percaya ko bisa membaca bahasa tingkat tinggi kayak begitu.”
Inyong,Tumi : (berdiri, emosi mereka tersulut)
dan Rahenk
Tumi : ”Tutup
mulutmu makhluk katro!”
Rahenk : (menyingsingkan lengan bajunya). “Sudah
berapa kali kamorang mo dikasih tau kah? Kalian nda pernah diajar sopan santun?
Atau ko mau saya yang ajarkan? (mengepalkan
tinjunya)
Inta : ”Coba
saja kalau berani!”
Tumi : ”Kalian
nda puas berkelahi di sekolah kah?”
Inyong : ”Sudah,
sudah, nda usah mi kita ladeni kekatroannya mereka, sa tau ji kalian sirik
karena makalahnya kita selesai dan kita bisa ikut ini lomba. Kita keluar dulu
cari udara segar. Sa nda bisa bernapas di sini.” (menarik tangan teman-temannya dan beranajak pergi)
Mendengar kata-kata Inyong, Inta, Sarjo, dan Tina hanya terdiam.
Lewat 20 menit pukul 10 pagi, lomba baru dimulai. Ngaret
20 menit. Panitia mengundi tim yang akan tampil. Kelompok Inta dkk mendapat
giliran pertama, mereka mempresentasikan di hadapan juri dengan percaya diri.
Mereka mengangkat judul “Pudarnya Pesona Kebudayaan Pakaian Adat Sulawesi
Tenggara Akibat Pengaruh Globalisasi”. Tidak heran juri memuji mereka. Di lain
pihak, Inyong, Rahenk dan Tumi tidak kehilangan kepercayaan diri, mereka cukup
yakin Karya Tulis Ilmiah mereka dengan
judul “Perdukunan di Pulau Wawonii, Mahakarya Nenek Moyang yang akan
Dilestarikan atau Dihilangkan?” bisa mendapat tempat di lomba ini. Akhirnya
giliran mereka tiba juga, kegugupan sudah jelas merayapi mereka ketika berdiri
di hadapan juri dan mempresentasikan hasil kerja keras mereka. Setelah itu,
tinggal waktu yang akan menjawab, siapakah pemenang sesungguhnya.
Adegan 8
Saat ini, yang bisa dilakukan hanya menunggu dengan
muka pasrah dan mengharap. Beribu doa sudah dilafalkan dalam batin mereka.
Pukul 12.00 tengah hari, Pak Nugraha, ketua dewan juri, berdiri di hadapan
mereka. Semua peserta diam saat dia berbicara.
Pak
Nugaraha : ”Assalamu alaikum wr.wb!”
Peserta : ”Waalaikum salam wr.wb!”
Pak
Nugraha : ”Setelah kami melakukan
penilaian dan diskusi, kami dari dewan juri sudah menentukan juaranya.”
Semua peserta hening. Inyong, Tumi dan Rahenk saling
berpegangan tangan menundukkan kepala, kehilangan keberanian menatap ke depan.
Lain halnya dengan anak IPA 1, mereka percaya diri sekali, sekali pandang
setiap orang pasti berpikir tak ada setitik ketakutanpun pada mereka.
Pak Nugraha : ”Ya,
Juara 3 Lomba Karya Tulis Ilmiah yaitu dari
tim SMAN 2 Kendari atas nama Siti Aisyah, Muhammad Ilham dan Danti Namira . Juara
2 jatuh pada Tim dari SMAN 1 Kendari atas nama Chikita Ramadhani, Ceria Leksmana
dan Muhammad Andra. Juara 1 yaitu Tim A SMA Negeri 4 Kendari atas nama Inta
Sukarja, Tina Orima dan Sarjo Tukimin. (Inta,
Sarjo dan Tina bersorak) ”
Inyong, Rahenk dan Tumi putus harapan, mereka bersedih
karena kekalahan, harga diri mereka akan diinjak-injak oleh anak IPA 1.
Tina :
”Siapa mi dulu yang tantang kita, astaga kasiannyami kalah pa.
Sarjo :
”Apaji juga dayanya mereka. Jeleknya mi juga Karya Tulis Ilmiahnya kalian,
dukun Wawonii pa, apaan?”
Tumi :
”Tutup mulutmu makhluk katro!”
Inyong :
”Kegagalan adalah kemenangan yang tertunda.”
Inta :
”Cuci dulu mulut-“ (Inta berhenti
bercuap-cuap)
Pak Nugraha : ”Dan
hari ini, dewan juri memutuskan kita mendapat 1 juara lagi, yaitu juara Karya
Tulis Ilmiah terfavorit yaitu atas nama…. Inyong Rahmawati, Siti Tumi Widyawati
dan Ranny Rahman dari SMA N 4 Kendari.”
Inyong, Tumi : ”Yeee,
horeee….”(lompat kegirangan dan saling
berpelukan)
dan Rahenk
Pak Nugraha : ”Kepada
perwakilan juara 1, 2, 3 dipersilakan maju ke panggung untuk menerima piala dan
hadiah.”
Inta maju mewakili mereka, anak laki-laki bernama
Muhammad Andra mewakili SMAN 1 Kendari, dan Siti Ramadhani dari mewakili SMAN 2
Kendari.
Pak Nugraha : ”Juara 1,
mendapatkan hadiah piala dan uang tunai sebesar Rp 1.000.000 (memberikan amplop dan piala pada Inta).
Juara 2 mendapatkan hadiah piala dan uang tunai sebesar Rp 750.000 (memberikan amplop pada Muhammad Andra).
Dan juara 3 mendapatkan hadiah piala dan
uang tunai sebesar Rp 600.000 (memberikan
amplop pada Siti Aisyah).”
Inta, Andra, : (turun dari panggung)
dan Siti
Pak Nugraha : ”Dan,
untuk juara Karya Ilmiah terfavorit silakan naik ke atas panggung untuk
menerima hadiah.”
Inyong, Rahenk: (naik
ke panggung dengan wajah bahagia)
dan Tumi
Pak Nugraha : ”Perlu
hadirin ketahui, bahwa kami memilih juara Karya Tulis Ilmiah terfavorit ini (memberikan penekanan pada kata favorit)
adalah karena tema yang mereka angkat benar-benar unik dan sangat menarik untuk
dibaca. Judulnya pun sangat memikat. Sehingga, kami dari dewan juri memilih
mereka sebagai juara dengan karya ilmiah terfavorit! Juara Karya Tulis Ilmiah
terfavorit mendapatkan hadiah berupa piala dan uang tunai sebesar Rp 1.000.000!
(memberikan amplop dan piala pada Inyong,
Rahenk dan Tumi).”
Inyong, Rahenk dan Tumi: (menjabat
tangan Pak Nugraha, turun dari panggung dan kembali ke tempat duduk mereka
dengan wajah bangga).
Sarjo :
(berjalan ke arah Inyong, Raheng dan Tumi).
“Ok, sa akui kemenangannya kalian.”
Inyong, Tumi : (menatap Sarjo dengan pandangan heran).
dan Rahenk
Sarjo : ”Sa
minta maaf, kita sudah remehkan kalian.”
Rahenk : “Malasku.
Teman-temanmu saja belum ada yang minta maaf.”
Inta dan Tina : (berjalan ke arah mereka)
Tina : ”Mmmm, ok.. kita minta maaf
pale.”
Tumi : ”Aaah, nda tulus.”
Inta :
”Maaf nah, memang kita yang salah sudah remehkan kalian.”
Inyong,
Tumi, : ”Anak Bahasa
diremehkan? Oh tidak bisa!”
dan Rahenk
Akhirnya, semua berakhir dengan bahagia. Kini anak IPA
1 dan Bahasa berteman dengan baik. Dengan kemenangan mereka di lomba Karya
Tulis Ilmiah, kelas Bahasa tidak lagi dipandang sebelah mata oleh sekolah.
Kelas Bahasa kini telah setara kedudukannya dengan kelas-kelas lainnya dan juga
telah direnovasi sehingga tak lagi tampak seperti bangunan tua. Di tahun
berikutnya, banyak anak kelas X yang memilih masuk ke jurusan Bahasa. Oleh
karena itu, janganlah menilai sesorang hanya dari bagian luarnya saja, tetapi
lihatlah kemampuan yang dimilikinya dan percayalah bahwa dari setiap usaha yang
besar akan menghasilkan hasil yang besar pula.
Categories
Artikel
Langganan:
Postingan (Atom)