Jumat, 24 Februari 2012

Drama Kita- Kelas Bahasa Diremehkan, Ooo Tidak Bisa!

Diposting oleh Nirmala di 18.22
Drama ini dibuat untuk memenuhi nilai tugas semester 4 kami. Naskah drama ini diprakarsai oleh siswa-siswi SMAN 4 Kendari kelas XI IA1 (sekarang XII olimpiade) yang terdiri dari:
1.       Cahyaniza
2.      Mohammad Hardiansyah M.
3.      Nirmala Atma Adiningsih
4.      Nur Choiriyah D.
5.      Ranny Stefany L.
6.      Risqah Fadilah
7.      Suhardiman Jaiz
Tokoh:
1.       Inyong
2.      Sarjo/ Ki Bagoes (Dukun)
3.      Inta
4.      Tina/ Stevani (Anak Dukun)
5.      Rahenk
6.      Tumi
7.      Pak Suswoyo/ Pak Nugraha
Sekolah ini memang terkenal dengan segudang prestasi yang dimiliki siswa-siswanya. Ratusan bahkan ribuan piala tersebar merata di berbagai ruang penting di sekolah, seperti di ruang kepala sekolah, kesiswaan dan ruang Osis, bahkan ada ruangan khusus bernama ruang Piala. Mau tahu siapa penyumbang piala-piala itu? Siapa lagi kalau bukan anak IPA 1. Hampir semua piala yang ada di sekolah ini disumbangkan oleh mereka. Kelas lain hanya mengambi sisa-sisanya. Mereka memang hebat. Dari generasi-generasi tempo dulu selalu saja begitu, kelas IPA 1 memang selalu menjadi yang terunggul di sekolah ini. Di mana-mana IPA 1 melulu. Guru-guru tak akan pernah berhenti memuja-muja kelas itu.
Beda halnya dengan kelas Bahasa, kelas ini diibaratkan anak tiri dalam keluarga. Tidak pernah diperhatikan. Bahkan sering dilupakan. Dalam strata sekolah ini, kelas ini menduduki strata sosial terendah, selalu diremehkan. Dianggap tidak kurang dan tidak lebih sebagai kelas buangan. Sama sekali tak eksis, sering dilupakan. Kecuali apabila ada berita pencurian, bolos, dan perkelahian. Baru mereka ingat bahwa di sekolah ini ada kelas yang bernama Bahasa. Kelas Bahasa bahkan luput dari peta sekolah, kelas ini memang berada terpencil sekali di sekolah. Bahkan rumah si abang penjaga sekolah masih lebih terkenal dari kelas bahasa. Survei bahkan membuktikan, jika anda bertanya pada siswa-siswa di mana kelas Bahasa lebih dari 80% tidak mengetahuinya. Pada saat upacara bendera, kelas Bahasa bahkan tidak dipasangi papan nama kelas seperti kelas-kelas lainnya. Benar-benar dilupakan.
Tahun ini, kelas Bahasa hanya dihuni oleh 13 orang (angka sial). Dapat dihitung dengan jari. Tapi pada saat proses belajar mengajar, maksimal yang ada di kelas hanya 3 orang saja. Mereka memang sangat sibuk, mengalahkan kesibukan ketua OSIS, sampai sangat jarang mendaratkan bokongnya di kursi masing-masing.  Siswa-siswanya memang berandalan dan semuanya aneh bin tidak masuk akal. Guru-guru bahkan malas sekali datang mengajar, berbagai alasan mengucur dari mulut mereka. Kecuali mungkin, Pak Suswoyo, pak guru dengan logat Jawa yang kental. Beliau sangat jarang absen, walaupun badai menghadang, walaupun diterjang ombak dahsyat, Beliau tetap mengajar. Itu karena, Beliau tak lain dan tak bukan adalah perwalian kelas Bahasa yang juga guru Bahasa Indonesia.
Adegan 1
Kelas Bahasa hari ini tidak jauh dari biasanya, suram, gelap, dan seperti warna abu-abu. Hanya sayup-sayup suara Pak Suswoyo yang terdengar dengan logat jawa yang kental dan seperti biasa juga kelas ini hanya dihuni oleh empat  orang, yaitu Pak Suswoyo, Rahenk (Ketua Kelas Bahasa), Inyong, dan Tumi. Pak Suswoyo sedang menjelaskan tata cara penulisan Karya Ilmiah dengan nada yang membosankan. Tapi tak seorangpun yang mendengarkan. Tumi, Rahenk dan Inyonk sibuk dengan “urusan mereka masing-masing.”
Pak Suswoyo     : (menggaris papan tulis menjadi dua bagian dan menuliskan kalimat “Karya Tulis Imiah” membaca buku Bahasa Indonesia). “Karya Tulis Ilmiah adalah blabla.” ( melihat ke arah murid-muridnya, menggeleng, berjalan ke arah Rahenk dan menarik komik dari balik buku tulis). “Sudah berapa kali Bapak bilang, jangan baca komik saat bapak mengajar! Bapak enggak suka, contoh anak IPA 1, mereka tenang dan selalu perhatikan kalau Bapak ngajar.”
Adegan 2
Sementara itu, di kelas IPA 1 suasananya berbeda 180o dari kelas Bahasa, walaupun tidak ada guru yang mengajar, suasananya sangat tenang dan damai. Hal tersebut juga didukung oleh fasilitas dan furniture mewah yang disediakan sekolah untuk kelas IPA 1. AC, dispenser, LCD, lemari kaca (yang isinya piala), vas bunga yang mahal dan masih banyak lagi.  Belum lagi dinding yang dicat dengan seni dan kreativitas yang tinggi, dengan perpaduan warna ungu soft dan biru muda, serta plapon yang dicat dengan motif awan menjadikan kelas ini benar-benar bagus. Di meja mereka masing-masing betumpuk buku-buku pelajaran yang selalu menjadi bacaan mereka. Semua guru sangat bahagia mengajar di IPA 1. Jika guru memberi kuis, siswa-siswanya sangat antusias untuk menjawab pertanyaan, bahkan tak jarang sampai  ada yang berdiri antusias untuk menjawab. Apalagi siswa yang bernama Inta, Tina dan Sarjo, juara 1, 2, dan 3 umum sekolah ini. Mereka sangat bustor alias bureng alias buru rangking.

Adegan 3
Inta, Sarjo, dan Tina adalah bintang kelas IPA 1, mereka cerdas dan memiliki intelektual yang tinggi, mereka juga Pengurus OSIS SMA Negeri 4 Kendari, Kekurangan mereka hanya satu yaitu memiliki nama yang katro dan kampungan.
Saat itu, mereka sedang menyebarkan pamphlet lomba “Karya Tulis Ilmiah Tingkat SMA/MA Se-Kota Kendari” di setiap kelas.
Inta                 : (menyortir kertas yang ada di tangannya) “Ehh, sa punya ide, bagaimana kalo kita sebar di kelas Bahasa juga. (dengan nada menghina)
Sarjo                : “Eits, cuci dulu mulutmu, tapi di mana itu kelas Bahasa?”
Tina                 : “Sini mi, sa mau liat bagaimana reaksinya mereka kalo kita datang sebar pamphlet, mereka histeris itu. Astaga iyo di, di mana kelas Bahasa?” (berbicara dengan cepat)
Inta                 :”Di bagian terutara ini sekolah, ko tau ruang tim pas? Jalan dulu di situ baru lewati penurunan baru lewati semak, ih banyak biasa di situ kodok, ada pohon beringin, nah samping kiri atau kanannya kelas Bahasa mi.” (berbicara dengan cepat tanpa bernapas)
Tina                 : “Wih, kenapa ko bisa tau?”
Inta                 :” Oh, biasa.. anak OSIS kan sibuk.”
Inta, Sarjo dan Tina bergegas melewati rintangan dan hadangan menuju kelas Bahasa yang terpencil. Saat mereka sampai…
Sarjo                : “Astaga SMA 4 ini atau SMEA?” (Sambil menaikkan kacamatanya)
Tina                 :”Ampun, sa kira pernah ini gudang sekolah pa, ter-“
Rahenk            :”Terus kenapa mi katanya, jadi ko senang mi sampai di kelas Bahasa.”
Inta                 :”Oi, jaga mulutmu kalau bicara sama kita.”
Tumi               :”Wee, kau yang tidak jaga mulut nah, lagian ko mau bikin apa di sini? Bukan daerahmu ini.”
Inta                 :”Asal ko tau kita ini anak OSIS, so kita berhak ke sini sebar pamflet lomba KTI, tapi sa rasa kayaknya percuma deh, pasti kamorang nda bisa ji ikut. Secara, otaknya kamorang apa ji dayanya! Ayo mi kita pergi dari sini.” (menarik tangan Tina dan Sarjo sambil berlalu)
Inyong            : (muncul tiba-tiba) ”Dengar semuanya, jangan menilai seseorang dari luarnya saja. Kalian pikir kita nda mampu ikut KTI, kita buktikan kalau kita akan menang  di lomba ini.”
Sarjo                : ”Oi, cuci mulutmu, bicaramu ji itu. Sa kasi tau kamorang nah, lebih baik jangan mi kalian ikut daripada kalian buang-buang uang registrasi. Ko punya ka uang Rp 75.000?”
Tumi               : ”Eh, ko pelan nah, jangan ko pikir hanya karena kau anak IPA 1 ko remehkan kita. Sa tau ji kau namamu Sarjo bin Tukimin, jeleknya mi itu namamu pa, namamu juga (menunjuk Inta) Inta, nama apa itu, bukankah itu Ina-ina yang menjual di pasar Lawata. Apalagi kau, Tina, astaga tinggal tambah “J” jadi tinja pa. Dasar kamorang Trio nama katro.”
Tina                 : ”Ko hina-hina namanya kita kayak bagus itu namamu.”
Rahenk            : ”Memang bagus ya, kamorang ji itu Trio katro. Kamorang pergi mi dari sini!”
Inyong            : ”Plis go away from here. Tunggu tanggal mainnya, kita akan kalahkan kalian.”
Inta                 : ”Tanpa kalian suruh, dari tadi kita mau pergi ji dari sini, ini tempat kayak neraka pa.”
Inta, Sarjo dan Tina beranjak pergi dengan wajah emosi karena telah ditantang oleh anak Bahasa yang mereka anggap tidak selevel dengan mereka. Tersisalah di kelas Bahasa Tumi, Inyong dan Rahenk. Mereka melongo, seakan tidak percaya atas apa yang telah mereka lakukan tadi.
Rahenk            :”Gosh, apa yang kita bikin tadi, bisanya kita tantang anak IPA 1, sama saja kita masuk ke lubang buaya.”
Tumi               : (membaca pamflet dengan muka shock) “Apa mi kita mau bikin ini? Secara  nda ada sama sekali kita tau karya tulis ilmiah.”
Inyong            : ”Tenang, tenang brother sister, calm down, apakah temanya?”
Tumi               : ”Kebudayaan Sulawesi Tenggara, Maha Karya Nenek Moyang Yang Patut Dilestarikan, Ya Tuhan, baru sa dengar kata-kata tingkat tinggi kaya begini. Apa mi kasian kita mau tulis di Karya Tulis Ilmiah, setahuku susah buat beginian (membaca lagi pamflet) astaga tahambur aturannya.”
Rahenk            : ”Kita pikir dulu apa temanya pale. Huh, itu juga Trio katro kenapa ka da datang cari masalah sama kita bikin emosi saja, sa pica pi. (menaikkan lengan bajunya)
Tumi               : ”Huu, sa panggilkan dukun Wawonii supaya serang mereka baru rasa.”
Inyong            : ”Eits, tunggu dulu bagaimana kalau temanya perdukunan Wawonii, keren pasti itu nda terpikirkan sama orang lain.”
Tumi               : ”Astaga, keren keren keren, iyo di. Kan perdukunannya Wawonii itu juga bisa dibilang budayanya Sultra.”
Rahenk            : ”Astaga, iyo di. Ide bagus bro.”
Inyong            : ”Sekarang masalahnya, sama siapa kita mau minta ajar buat Karya Tulis Ilmiah, nda mungkin kita buat sembarang.”
Mereka bertiga terdiam sesaat, hening. Sampai ada suara yang memecah keheningan siang hari di kelas Bahasa.
Inyong, Tumi : ”Pak Suswoyo!”
dan Rahenk
Mereka bangkit berdiri, suasana wajah mereka berbeda dari yang sebelumnya. Senyum simpul terukir di wajah mereka. Mereka pun melangkahkan kakinya, berlari ke ruang guru tempat Pak Suswoyo biasa berada.

Adegan 4
Rahenk           : (dengan napas ngos-ngosan).”Pak gu-ru! As-sa-la-mu a-lai-kum.” (mengagetkan Pak Suswoyo yang sedang tidur di mejanya)
Pak Suswoyo  :”Hah, apa? Ditabrak becak? Hah?” (muka bego, mengelap air liurnya di pipi)
Inyong            :”Begini Pak, sori sebelumnya bikin kaget. Kita mau minta-“
Tumi               : (menyiku Inyong dan berbisik) “Da belum sadar kayaknya. Pak (mengguncang pundak Pak guru), Pak Guru, oy oy.”
Pak Suswoyo  : (sadar tapi masih shock). “Aduh, maaf yah nak sebelumnya tadi Bapak tidur. Kalian anak kelas Bahasa kan? Kok tumben toh mau ke sini”
Inyong            : ”Begini Pak, kita mau minta bantuannya Pak guru karena kita ikut lomba Karya Tulis Ilmiah”
Pak Suswoyo  : ”Hah? Hah? Kalian gak bohong kan? Kok bisa ikut ginian?” (lebih shock dari sebelumnya)
Rahenk            : ”Bisa-bisa saja toh Pak, kan kita cicco abis”
Tumi               : ”Pak guru mau bantu ji kita toh Pak?”
Pak Suswoyo  : (bangkit dari kursi) ”Begini, dulu itu saya juga sama teman saya ikut Karya Tulis Ilmiah, kami sebenarnya diremehkan, tapi kami tidak menyerah (mengajukkan jari telunjuknya ke udara). Kami yakin kalau kami bisa menang. Nggak dengar kata orang lain mau bilang apa. Akhirnya kami bisa juara loh, kami bangga sekali. Kami-“
Inyong            : (memotong kuliah siang bolong Pak guru) “Jadi Pak,  mau ji bantu kita?”
Pak Suswoyo  : “Oh, jelas saya sebagai wali kelas yang baik, teladan, rajin menabung, taat kepada orang tua, arif dan bijaksana.”
Rahenk            : “Pak guru(membentak), mau bantu atau tidak…!!!!!”
Pak suswoyo   : “Nje nje , Bapak pasti bantu sebisa Bapak, ngomong-ngomong kapan deadline nya?”
 Tumi              : (membaca lagi pamflet). “Dikumpul 2 minggu depan Pak.”
Pak Suswoyo  :  “Kalian sudah punya ide untuk KTI nya?”
Inyong            : “Tenang Pak, semua sudah tersimpan disini (sambil menunjuk kepala). Temanya tentang perdukunanan Wawonii.”
Pak Suswoyo  : “ Hah? Perdukunan? Wawonii?”
Tumi               : ”Kan temanya tentang kebudayaan Sultra Pak, jadi kita cari judul yang unik tapi tetap nyambung ji sama temanya.”
Pak Suswoyo  : ”Oh, bagus juga temanya kalian Nak, Bapak juga nggak nyangka bisa punya ide kayak gini toh. Tapi kalau Karya Tulis Ilmiah banyak yang harus diperhatikan. (memgambil kertas dan pulpen, mulai menulis)
Inyong, Rahenk: (memperhatikan Pak Suswoyo dengan serius)
dan Tumi
Pak Suswoyo  : ”Pertama-tama, sebelum yang kedua, Karya Tulis Ilmiah judulnya harus menarik. Pembahasannya juga nggak usah terlalu luas, biar sempit yang penting mendalam. Kan Bapak dulu sudah jelaskan tata cara penulisan Karya Tulis Ilmiah (mereka bertiga bengong). Bagian-bagiannya itu (menulis di kertas dan kemudian menyerahkan pada Inyong). Yang namanya Karya Tulis Ilmiah itu, harus berdasarkan data-data yang real dan gak dibuat-buat. Karena dari situ dilihat ilmiahnya sebuah karya Nak. Begini saja, kalian pakai metode wawancara saja untuk dapat data. Usahakan wawancarai dukunnya langsung.”
Tumi               : ”Apa? Wawancara dukun? Ngeek.”
Pak Suswoyo  : ”Iya toh Nak, kan buat dapat data. Bagaimana kalau hari ini, buat dulu latar belakangnya. Ada yang bawa laptop?”
Tumi               : “Bawa Pak.” ( mengeluarkan laptop dari tas)
Setelah itu, mereka bertiga dibantu Pak Suswoyo mengetik latar belakang makalah karya ilmiah, mereka memulai mengisi lembar putih pada Ms Word hasil pemikiran mereka. Mereka berpikir keras dan serius, hal yang jarang terjadi.
Pak Suswoyo    : “Astagfirullah, Bapak lupa, Bapak tau lho, dukun yang hebat, menurut gosip yang beredar dia itu lulusan universitas luar negeri.”
Inyong              : “hah, masa dukun lulusan luar negri?”

Adegan 5
Sepulang sekolah trio anak bahasa memutuskan untuk menemui dukun yang disarankan oleh Pak Suswoyo. Ya, namanya Ki Bagoes. Dia adalah dukun lulusan Amerika jurusan ritual Universitas Durmstanger. Belum puas atas ke-shockan mereka karena sebelumnya tidak percaya ada dukun lulusan Amerika, Rahenk, Tumi dan inyong masih dikejutkan sesampainya di depan rumah dukun itu. Rumahnya bergaya minimalis dengan warna cat dinding yang elegan, jauh dari apa yang mereka bayangkan sebelumnya, seperti yang ada di TV-TV yakni rumah yang angker dan bernuansa hitam.
Rahenk, Tumi : “ Assalamu’alaikum.”
dan Inyong
Anak dukun   : “Walaikum salam. Silahkan masuk! Selamat datang, selamat datang di rumah kami. Jumpa dengan saya Stevani dan ayah saya, dukun lulusan Amerika yang terkenal. Lahir di tanah Jawa, imigrasi di Wawonii, besar di Wawonii, dapat beasiswa di Amerika dan lulus sebagai Cum Laude.” (berbicara ala pembawa acara di tv sambil memegang kertas yang berisikan kata-kata tersebut). “Mari saya antarkan ke ruangan ayah saya.”
Rahenk, Tumi : (terkejut). “Heee?”
dan Inyong
Di hadapan mereka, orang yang bernama Ki Bagoes juga jauh dari bayangan mereka sebelumnya. Dia sama sekali tidak seperti dukun-dukun di tv yang memakai pakaian serba hitam tapi malah memakai jas casual berwarna abu-abu dan dasi dengan warna yang senada. Empat kali terkejut di langkah awal masuk ke rumah Ki Bagoes membuat mereka shock setengah mampus. Di hadapan Ki Bagoes, memang ada perlatan seperti dukun-dukun lainnya, hanya saja dia lebih modern dengan laptop merek Acer di hadapannya. Globalisasi memang menginfeksi setiap kalangan, tak terkecuali dukun.
Tumi               : “Begini Ki, kami datang ke sini untuk-“
Dukun             : “Saya sudah tau, pasti kalian mau cari info tentang ilmu perdukunan saya untuk dimasukkan dalam bahan KTI kalian kan?”
Rahenk, Tumi : (heran, dan saling memandang)
dan Inyong
Inyong            : “Dari mana Ki bisa tau?”
Dukun             : “Ohh ya jelass….. saya ini ahli dalam membaca pikiran orang. Kalian jangan anggap enteng saya. Begini-begini saya lulusan amerika yah. Cum Laude lagi. Kalau kalian tidak percaya ini buktinya.” (memperlihatkan sertifikat-sertifikatnya).
Rahenk            : “Astahai. Sa kira bohongan paw. Ternyata astaga.”
Dukun             : “Sudah, nda usah berlebihan, santai saja! Ayo cepat! Apa yang ingin kalian tanyakan? Tidak perlu bertele-tele. Sa nda sabar mi di wawancara, aduuh serasa jadi artis.”
Anak  dukun  :”Pipi, Vany juga diwawancara kan? Aduh, aku gak sabar nih”
Rahenk & Tumi: (melongo)”Ngeeks!”
Inyong            : ”Astaga Ki, kita lupa siapkan pertanyaannya. Bagaimana mi Ki?
Dukun             : ”Oh, tenang. Ini mah masalah kecil. Nda usah ditanya juga saya akan berikan kalian informasi selengkap-lengkapnya”.
Anak dukun   : ”Pipi, maunya aku aja yang wawancara, trus mereka video gitu”.
Dukun             : ”Aduh Vany, jangan ganggu kerjaan gue la yaw. Sibuk nih”
Inyong, Tumi : (melongo)
dan Rahenk
Dukun            : “Saya mulai yah, kalian videokan. Oc?”
Tumi               : “Oc”
Ki Bagoes mulai bercerita panjang lebar mengenai Wawoni. Dia menceritakan kehebatan orang-orang di sana dari A sampai Z. Setelah 30 menit lelah bercerita, ia berhenti.
Dukun             : ”Ki tahu, kalau buat Karya Ilmiah itu harus punya sumber buku untuk tinjauan pustakanya, maka, Ki meminjamkan kalian buku. Gunakan buku ini sebaik-baiknya, setelah itu baru dikembalikan yah!”
Rahenk            : ”Makasih banyak Ki Bagoes”
Dukun             : ”Kalau ada yang mau ditanyakan lagi, call me at 0852XXXXXxxxx
Tumi               : ”Makasih  Ki”
Inyong            : ”Kalau begitu, kita pamit dulu. Assalamu alaikum!”
Dukun             : ”Waalaikum salam.”
Anak dukun   : (berdiri di dekat pintu). “Terima kasih atas kunjungannya. Saya Stevany Bagoes undur diri dari hadapan anda, kritik dan saran dapat anda kirimkan di alamat facebook saya “Vany chaiayank pipidukun_clamnyaporeph4” dan facebook pipi saya “Dukunrocknroll Ki-Bagoes Chyank-Vany clamanya. Kami harapkan sepulang dari sini tolong beritahu ke teman, kerabat, anak, cucu dan keturunan anda bahwa ayah saya adalah dukun terhebat di jagad raya ini. Dia lulusan Cum Laude di Amrik!” (tersenyum pada Inyong, Rahenk dan Tumi).
Waktu sudah menunjukkan pukul 05.45 sore. Sinar matahari senja menerpa mereka ketika keluar dari rumah Ki Bagoes. Dengan senyum simpul terukir di wajah mereka, mereka bergegas pulang di bawah naungan langit senja berwarna orange kemerahan.

Adegan 6
Inyong, Raheng dan Tumi bekerja keras untuk Karya Tulis Ilmiah mereka di hari-hari berikutnya. Secara rutin mereka mengunjungi Pak Suswoyo di ruang guru untuk konsultasi. Atas saran  Pak Suswoyo, mereka juga membuat Kuesioner untuk memperoleh data yang kata Pak Suswoyo akan diubah dari data kualitatif menjadi kuantitatif. Membagi kuesioner di kelas-kelas tidaklah mudah, apalagi anak Bahasa selalu dipandang sebelah mata oleh banyak orang, untunglah Pak Suswoyo membantu mereka dengan membagi kuesioner di kelas-kelas tempatnya mengajar.
Hari demi hari berlalu. Tak terasa 12 hari mereka mengahabiskan waktu untuk membuat makalah karya ilmiah. Di penghujung bulan Maret ini adalah waktu yang menentukan harga diri mereka, setelah mereka melakukan perbuatan yang tak disangka-sangka yaitu “menantang jawara IPA 1 dalam lomba KTI”. Harga diri mereka dipertaruhkan, bukan hanya di hadapan anak IPA 1, tapi juga di hadapan seluruh sekolah. Bayangkan saja, jika mereka mengalahkan anak IPA 1 kelas Bahasa tidak akan diremehkan lagi. Strata sosialnya akan naik dan disetarakan seperti kelas lainnya dan kelas Bahasa tak akan dipandang sebelah mata seperti dahulu.

Adegan 7
Akhirnya, tanggal 29 Maret tiba juga. Hari yang cerah di ruang Aula Universitas Haluoleo, tempat lomba ini diadakan. Lomba akan dimulai pukul 10.00, saat ini baru peserta dari SMAN 4, yaitu kelompok Inyong dkk serta Inta dkk yang hadir.
Tumi               : ”Sumpah, sa takut, sa gugup, ini pengalamannnya kita yang pertama ikut lomba.” (menggigit kuku)
Inyong            : ”Tenang saja teman, ingat kata pepatah, setiap usaha yang keras akan menghasilkan hasil yang besar. Kan selama ini kita sudah berjuang keras, jadi pasti akan ada hadiah manis dari usahanya kita”
Sarjo                : (tiba-tiba muncul di hadapan mereka bersama Inta dan Tina). “Hah, iyo? Itu kata-kata masih mau, ko curi buku di mana ko bisa tau pepatah.”
Tina                 : ”Ah, sa nda percaya ko bisa membaca bahasa tingkat tinggi kayak begitu.”
Inyong,Tumi  : (berdiri, emosi mereka tersulut)
dan Rahenk
Tumi               : ”Tutup mulutmu makhluk katro!”
Rahenk            : (menyingsingkan lengan bajunya). “Sudah berapa kali kamorang mo dikasih tau kah? Kalian nda pernah diajar sopan santun? Atau ko mau saya yang ajarkan? (mengepalkan tinjunya)
Inta                 : ”Coba saja kalau berani!”
Tumi               : ”Kalian nda puas berkelahi di sekolah kah?”
Inyong            : ”Sudah, sudah, nda usah mi kita ladeni kekatroannya mereka, sa tau ji kalian sirik karena makalahnya kita selesai dan kita bisa ikut ini lomba. Kita keluar dulu cari udara segar. Sa nda bisa bernapas di sini.” (menarik tangan teman-temannya dan beranajak pergi)
Mendengar kata-kata Inyong, Inta, Sarjo, dan Tina hanya terdiam.

Lewat 20 menit pukul 10 pagi, lomba baru dimulai. Ngaret 20 menit. Panitia mengundi tim yang akan tampil. Kelompok Inta dkk mendapat giliran pertama, mereka mempresentasikan di hadapan juri dengan percaya diri. Mereka mengangkat judul “Pudarnya Pesona Kebudayaan Pakaian Adat Sulawesi Tenggara Akibat Pengaruh Globalisasi”. Tidak heran juri memuji mereka. Di lain pihak, Inyong, Rahenk dan Tumi tidak kehilangan kepercayaan diri, mereka cukup yakin Karya Tulis Ilmiah mereka dengan judul “Perdukunan di Pulau Wawonii, Mahakarya Nenek Moyang yang akan Dilestarikan atau Dihilangkan?” bisa mendapat tempat di lomba ini. Akhirnya giliran mereka tiba juga, kegugupan sudah jelas merayapi mereka ketika berdiri di hadapan juri dan mempresentasikan hasil kerja keras mereka. Setelah itu, tinggal waktu yang akan menjawab, siapakah pemenang sesungguhnya.

Adegan 8
Saat ini, yang bisa dilakukan hanya menunggu dengan muka pasrah dan mengharap. Beribu doa sudah dilafalkan dalam batin mereka. Pukul 12.00 tengah hari, Pak Nugraha, ketua dewan juri, berdiri di hadapan mereka. Semua peserta diam saat dia berbicara.
Pak Nugaraha : ”Assalamu alaikum wr.wb!”
Peserta            :  ”Waalaikum salam wr.wb!”
Pak Nugraha    : ”Setelah kami melakukan penilaian dan diskusi, kami dari dewan juri sudah menentukan juaranya.”
Semua peserta hening. Inyong, Tumi dan Rahenk saling berpegangan tangan menundukkan kepala, kehilangan keberanian menatap ke depan. Lain halnya dengan anak IPA 1, mereka percaya diri sekali, sekali pandang setiap orang pasti berpikir tak ada setitik ketakutanpun pada mereka.
Pak Nugraha    : ”Ya, Juara 3 Lomba Karya Tulis Ilmiah  yaitu dari tim SMAN 2 Kendari atas nama Siti Aisyah, Muhammad Ilham dan Danti Namira . Juara 2 jatuh pada Tim dari SMAN 1 Kendari atas nama Chikita Ramadhani, Ceria Leksmana dan Muhammad Andra. Juara 1 yaitu Tim A SMA Negeri 4 Kendari atas nama Inta Sukarja, Tina Orima dan Sarjo Tukimin. (Inta, Sarjo dan Tina bersorak) ”
Inyong, Rahenk dan Tumi putus harapan, mereka bersedih karena kekalahan, harga diri mereka akan diinjak-injak oleh anak IPA 1.
Tina                 : ”Siapa mi dulu yang tantang kita, astaga kasiannyami kalah pa.
Sarjo                : ”Apaji juga dayanya mereka. Jeleknya mi juga Karya Tulis Ilmiahnya kalian, dukun Wawonii pa, apaan?”
Tumi               : ”Tutup mulutmu makhluk katro!”
Inyong            : ”Kegagalan adalah kemenangan yang tertunda.”
Inta                 : ”Cuci dulu mulut-“ (Inta berhenti bercuap-cuap)
Pak Nugraha  : ”Dan hari ini, dewan juri memutuskan kita mendapat 1 juara lagi, yaitu juara Karya Tulis Ilmiah terfavorit yaitu atas nama…. Inyong Rahmawati, Siti Tumi Widyawati dan Ranny Rahman dari SMA N 4 Kendari.”
Inyong, Tumi : ”Yeee, horeee….”(lompat kegirangan dan saling berpelukan)
dan Rahenk
Pak Nugraha  : ”Kepada perwakilan juara 1, 2, 3 dipersilakan maju ke panggung untuk menerima piala dan hadiah.”
Inta maju mewakili mereka, anak laki-laki bernama Muhammad Andra mewakili SMAN 1 Kendari, dan Siti Ramadhani dari mewakili SMAN 2 Kendari.
Pak Nugraha  : ”Juara 1, mendapatkan hadiah piala dan uang tunai sebesar Rp 1.000.000 (memberikan amplop dan piala pada Inta). Juara 2 mendapatkan hadiah piala dan uang tunai sebesar Rp 750.000 (memberikan amplop pada Muhammad Andra). Dan juara 3  mendapatkan hadiah piala dan uang tunai sebesar Rp 600.000 (memberikan amplop pada Siti Aisyah).”
Inta, Andra,    : (turun dari panggung)
dan Siti
Pak Nugraha  : ”Dan, untuk juara Karya Ilmiah terfavorit silakan naik ke atas panggung untuk menerima hadiah.”
Inyong, Rahenk: (naik ke panggung dengan wajah bahagia)
dan Tumi
Pak Nugraha  : ”Perlu hadirin ketahui, bahwa kami memilih juara Karya Tulis Ilmiah terfavorit ini (memberikan penekanan pada kata favorit) adalah karena tema yang mereka angkat benar-benar unik dan sangat menarik untuk dibaca. Judulnya pun sangat memikat. Sehingga, kami dari dewan juri memilih mereka sebagai juara dengan karya ilmiah terfavorit! Juara Karya Tulis Ilmiah terfavorit mendapatkan hadiah berupa piala dan uang tunai sebesar Rp 1.000.000! (memberikan amplop dan piala pada Inyong, Rahenk dan Tumi).”
Inyong, Rahenk dan Tumi: (menjabat tangan Pak Nugraha, turun dari panggung dan kembali ke tempat duduk mereka dengan wajah bangga).
Sarjo                : (berjalan ke arah Inyong, Raheng dan Tumi). “Ok, sa akui kemenangannya kalian.”
Inyong, Tumi : (menatap Sarjo dengan pandangan heran).
dan Rahenk
Sarjo                : ”Sa minta maaf, kita sudah remehkan kalian.”
Rahenk            : “Malasku. Teman-temanmu saja belum ada yang minta maaf.”
Inta dan Tina  : (berjalan ke arah mereka)
Tina                 : ”Mmmm, ok.. kita minta maaf pale.”
Tumi               : ”Aaah, nda tulus.”
 Inta                : ”Maaf nah, memang kita yang salah sudah remehkan kalian.”
Inyong, Tumi,            : ”Anak Bahasa diremehkan? Oh tidak bisa!”
dan Rahenk

Akhirnya, semua berakhir dengan bahagia. Kini anak IPA 1 dan Bahasa berteman dengan baik. Dengan kemenangan mereka di lomba Karya Tulis Ilmiah, kelas Bahasa tidak lagi dipandang sebelah mata oleh sekolah. Kelas Bahasa kini telah setara kedudukannya dengan kelas-kelas lainnya dan juga telah direnovasi sehingga tak lagi tampak seperti bangunan tua. Di tahun berikutnya, banyak anak kelas X yang memilih masuk ke jurusan Bahasa. Oleh karena itu, janganlah menilai sesorang hanya dari bagian luarnya saja, tetapi lihatlah kemampuan yang dimilikinya dan percayalah bahwa dari setiap usaha yang besar akan menghasilkan hasil yang besar pula.




0 komentar:

 

Cuap-Cuap Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea