Author
: Nirmala Atma Adiningsih
Ratting
: PG
Genre
: Romance
Main
Cast : Yamada Ryosuke (HSJ) and Nakashima
Miyako
Disclaimer
: Cerita geje ini aku buat untuk Ryosuke-kun.. berharap suatu saat nanti..
suatu saat nanti.. bertemu dengan Ryosuke-kun..
Hari
ini, tepat seminggu keberadaanku di Tokyo. Setelah 3 tahun lamanya aku pergi,
tidak banyak yang berubah. Lingkungan rumahku pun tidak banyak berubah, hanya
saja taman kecil di tengah kompleks terlihat lebih indah, mungkin karena lebih
banyak bunga dan berwarna-warni.
Pagi
ini aku lari pagi berkeliling kompleks. Belum banyak aktivitas yang kulakukan
selama di Tokyo. Oleh karena kedatanganku saat ini hanya 2 bulan saja, maka aku
gunakan itu sebaik-baiknya. Aku belum menyelesaikan kuliahku di LA. Jika Ibuku
tidak ngotot menyuruhku pulang, mungkin saat ini aku masih berolahraga bersama
teman-teman seapartemenku. Nampaknya aku telah berlari cukup jauh dan keluar
dari kompleks. Aku menghentikan lariku melihat billboard besar tidak jauh dari
tempatku berdiri. Sebuah poster besar menampilkan 10 wajah lelaki tampan yang
terkesan cantik. Mataku terpaku pada wajah salah deorang dari mereka yang
berada di tengah. Itulah wajah yang membuat aku meninggalkan Tokyo, wajah
yang membuat aku harus ke LA dan beradaptasi disana, wajah yang ingin sekali
kubenci namun selalu gagal. Tapi, karena wajah itulah aku dapat seperti ini.
Suara
dering ponselku, membuat aku mengalihkan perhatianku dari billboard itu.
“Moshi-moshi,
Okaasan” …. “Iya, aku segera pulang”. Aku menutup flap ponselku.
Aku
berlari kearah dimana tadi aku datang. ‘Suatu saat aku pasti bertemu dengannya’
***
Flash Back
Aku masuk ke SMA yang mayoritas mereka yang sebagai Artis atau Penyanyi, itu
membuatku minder. Bagaimana tiddak? Mana mungkin gadis 85 kg dapat bergaul
dengan mereka dengan bakat dan penampilan yang mendukung? Bahkan, jika
kemungkinan itu datang dariku, belum tentu mereka menerimanya. Itu kurasakan
sejak aku masuk ke sekolah itu, aku telah memohon-mohon pada kedua orang tuaku
untuk memindahkan aku sekolah dengan alasan aku tidak dapat bergaul dengan
mereka. Namun, dari alasan yang sama mereka mengatakan bahwa jika nanti tiba
saatnya aku akan mendapat teman yang manu menerimaku. Karena jika saat itu
belum tiba, dimanapun aku berada hal itu tidak akan berubah. Tetapi dorongan
untuk tetap berada di sekolah itu bukan datang dari orang tuaku, itu karena
sosok Iblis kecil yang membuat siapa saja akan terus memperhatikannya, tanpa
terkecuali aku, yang mungkin tidak akan pernah mendapat perhatiannya. Ia adalah
1 dari 10 remaja yang tergabung dalam Boyband Hey!Say!Jump! salah satu grup
yang bekerja di tarik suara sekligus dance. Tetapi, hanya 5 orang yang berada
di sekolah ini. Namanya Yamada Ryosuke. Aku hanya berani menatapnya dari jauh,
aku tidak memiliki keberanian menunjukkan perhatian padanya secara langsung.
Tentu saja aku akan menjadi bahan tertawaan mereka. Gadis gendut dan jelek
berani mendekati seorang pangeran sekolah. Itu pasti sangat lucu.
Suatu saat ketika waktu istirahat, aku berjalan menuju atap sekolah. Aku malas
duduk makan bersama mereka di cafetaria sekolah. Sehingga aku membawa
sebungkus roti. Setibanya aku disana seseorang sedang tidur di bangku panjang
yang memang tersedia di tempat itu. Aku berjalan perlahan dan mendekat. Aku
sangat terkejut melihatnya, ia adalah Yamada Ryosuke. Aku berlari bersembunyi
di balik tembok. Ini pertama kalinya aku melihatnya begitu dekat sejak 2 tahun
aku mulai melihatnya. Haruskah aku bersyukur? Tapi aku sangat malu, aku harus
pergi sebelum ia terbangun.
“Sampai kapan kau hendak bersembunyi?” sebuah suara terdengar tepat ketika aku
hendak melangkahkan kaki.
‘Oh Tuhan, ia tahu’ dan sekarang ia menatap kearah tembok tempatku bersembunyi.
Aku keluar dari balik tembok itu.
“Maaf, aku tidak tahu kau ada di tempat ini! Aku akan segera pergi” aku
berbalik hendak pergi.
“Aku tidak masalah dengan datangbya kau disini.” Aku berhenti dan diam terpaku.
‘Apa yang ia katakan?’ aku kembali menghadapnya.
“Ini bukan tempatku. Jadi semua siswa disini bebas kesini. Termasuk dirimu dan
sampai kapan kau akan berdiri?” ia melihatku tepat saat aku juga melihatnya.
Buru-buru kutundukkan wajahku dan melihat sekelilingku. Hanya ada 1 bangku di
tempat itu dan itu yang sedang ditempatinya..
“Tidak apa-apa. Aku akan segera kembali ke kelas.” Sergahku. Aku merasa tidak
pantas duduk di dekatnya.
“Duduklah disini. Lagipula lebih nyaman jika ada temanmu untuk ngobrol.”
Katanya. Aku berjalan perlahan dan duduk disampingnya. Agak jauh karena ia
duduk di ujung kanan sementara aku di ujung kiri.
“Oh, ya. Siapa namamu?” Ia bertanya padaku.
“Eh, emm Na.. Nakashima Miyako” aku kembali menunduk.
“Ohh… Miyako. Aku panggil Ako-Chan, boleh?”
“Ya? Emm… tentu saja.” Tiba-tiba terdengar sebuah suara aku memegeng perutku,
oh tidak. Itu bukan suara perutku. Lalu aku melihat kearah Yamada, ia memegang
perutnya dan wajahnya seperti menahan perih. Aku teringat dengan roti yang
kubawa. Kuulurkan kedua tanganku, kuberi roti itu dengan wajah yang tetap
kutundukkan.
“Tidak perlu. Bukankah kau datang kesini untuk makan siang?”
“Tidak” aku menggeleng. “Aku tidak perlu itu. Kau lebih butuh sekarang.
Lagipula aku masih punya cadangan disini.” Aku menunjuk setumpuk lemak di
perutku. Ia tersenyum.
“Baiklah. Arigatou Ako-chan.” Ia menerima roti itu.
“He-em.”
Ia
mulai makan roti itu sambil sesekali tersenyum padaku. Aku masih menundukkan
kepala jika ie malihatku. Betapa menyenangkan melihat lelaki yang kau suka
begitu dekat..
“Ahhh.. Nampaknya Tuhan mengirimkanmu hari ini khusus untuk menolongku.” Ia
tersenyum lagi. Jika aku terus melihat senyumnya, bisa saja aku pingsan di
tempat ini.
“Arigatou Ako-Chan. Senang berteman denganmu. Sudah waktunya masuk kelas, kita
harus pergi. Ayo!” ia berdiri dan bergegas ubtuk meninggalkan tempat ini.
“Apa kita berteman?” aku bertanya padanya. Wajahku masih saja tertunduk.
“Tentu saja. Apa kau tidak senang berteman denganku?”
“Tidak. Maksudku aku senang.. Arigatou Yamada-Kun”
“He-em. Panggil aku Yama-Pi. Ok. Bye-bye”
Kali
ini ia benar-benar pergi. ‘Apa yang harus kulakukan sekarang?’
Sejak itu aku sering ke atap sekolah, terkadaang aku bertemu dengannya namun
biasa juga ia tidak muncul. Aku selalu membawa 2 bungkus roti. 1 untukku dan 1
untuknya. Ia selalu banyak bercerita kepadaku. Ia ternyata tidak seperti
anak-anak lainnya. Ia baik. Sangat baik. Ia benar-benar menganggapku temannya.
Padahal ia adalah seorang artis. Tetapi, itu semua kuanggap sebagai lampu hijau
untukku. Namun, apa mungkin? Butakah ia? Apa mungkin ia lebih memilih gadis 85
kg daripada gadis-gadis cantik dan sexy di sekitarnya?
Kebaikan Yamada untukku ternyata bukan hanya jika ada kami berdua saja. Ia
sering menyapaku bahkan ikut duduk didekatku jika aku di perpustakaan atau di koridor
sekolah. Ia juga mengenalkanku pada teman-temannya.
“Senang berkenalan denganmu, Ako” itulah yang mereka ucapkan. Kupikir mereka
hanya baik jika ada Yamada. Namun, aku salah, tanpa kehadiran Yamada pun,
mereka tetap tersenyum dan menegurku. Kami juga sering bercerita. Mereka memang
baik. Behkan, mereka anak-anak yang usil satu sama lain.
Waktu terus berjalan, banyak gadis-gadis yang sering mencemooh aku. Mereka
merasa aku tidak pantas berada dekat-dekat dengan Yamada dan teman-temannya.
Memangnya apa yang salah? Memang aku gendut dan jelek, namun Yamada dan
teman-temannya mau berteman denganku.
Tidak terasa hari pelulusan sudah sekat. Aku bingung akan hal ini. Aku tidak
akan berjumpa dengan Yamada. Rasanya aku baru saja menjadi temannya. Namun,
arghhh.
“Kau hendak melanjutkan kemana Ako?” tanyanya suatu hari.
“Entahlah” jawabku. Aku memang belum memikirkannya.
“Kalau kau, Yama-Pi?”
“Aku? Emm,,, aku akan ambil jurusan arsitek. !” jawabnya sambil tersenyum.
Aku
bukannya belum memikirkannya, namun aku tidak ingin memikirkannya. Aku tidak
ingin apa yang sudah sulit untuk kudapat akan berakhir dengan mudah.
Di hari pelulusan kami, aku menemui Yamada di atap sekolah.
“Hei., Ako kemarilah!” Aku duduk di sampingnya. Wajahnya terlihat sangat
bahagia.
“Kau tampak bahagia Yamada, apa yang terjadi?”
“Aku? yaa mungkin karena ini hari pelulusan”
“Jadi, kau bahagia karenanya?” tanyaku ragu.
“Ya, kau? Apa kau tidak bahagia?” ia melihatku. “Ako?” aku menunduk, aku
menangis.
“Aku sedih karena harus berpisah denganmu dan dengan teman-temanmu”
“Heh? Kita tetap bisa bertemu.” Jawabnya.
“Yama-pi, aku suka padamu” aku masih tetap menunduk
“Heh? Apa? Ako, tapi..”
“Aku tahu, kau hanya menganggapku teman. Namun, aku menyalahartikan itu, karena
tidak mungkin seorang Yamada akan menyukai gadis yang gendut dan jelek”
“Ako bukan..”
“Tapi, aku tetap menyukaimu”
“Ako, aku memang menyukaimu. Namun, bukan ke ….Arghh. bagaimana aku
menjelaskannya.”
“Aku tahu, kau hanya mengenggapku teman. Yama-pi apa jika aku jadi gadis yang
kurus dan cantik kau akan menyukaiku?” aku menatapnya
“Heh? Aku..”
“Apa jika nanti suatu saat jika aku muncul dihadapanmu dengan wajah yang cantik
jawabanmu akan berubah?” aku terus menatapnya.
“Mungkin saja. Aku akan beri jawaban lain.”
“Baik tunggu saja, aku akan menemuimu dengan wajah cantik dan kurus.” Aku
tersenyum padanya.
Semenjak hari itu hingga 3 tahun kemudian aku tidak menemuinya.
***
Ternyata ibuku menelepon hanya untuk mengajakku ke supermarket. Tiba-tiba saja,
aku ditabrak oleh seorang lelaki disana.
“Gomen” ia menundukkan wajahnya.
“he-em.. daijobu” aku mengambil dompetku yang jatuh.
“Ako, cepat. Apa yang kau lakukan disana?” ibuku memanggilku.
“Iya, okaasan” aku segera menyusul Ibuku.
“Ako? Mungkinkah?” bisik lelaki tadi. Ia berbalik. Namun, aku telah berlari
mengejar ibuku.
“Tidak mungkin. Ako kan gendut. Lagipula kata Yamada, ia kuliah di LA.
Iya. Pasti bukan dia” lelaki tadi segera pergi sebelum ada yang mengenalinya.
***
Di
sebuah Gedung tertulis “Johny’s Entertainment”
“Hei Yama-pi, kau sakit?” tanya Chinen ketika mereka sedang berada di ruang
istirahat.
“Tidak, memangnya kenapa?” Yamada menatap temannya itu.
“Kau tampak lesu sekali akhir-akhir ini. Apa yang sedang kau pikirkan sih?”
“Siapa lagi kalau bukan Ako, mengenai janjinya.” Suara Yuto terdengar dari
belakang mereka.
“Hhhh” Yamada mendesah.
“Sudahlah. Suatu saat ia juga akan datang. Mungkin ia belum siap.” Tambah Yuto
lagi.
“Tapi ini sudah 3 tahun. Aku khawatir ia lupa.”
“Hei, Yamada, nampaknya kau sangat mengharapkan ia datang, apa kau berharap ia
muncul dengan wajah cantik dan kurus? Ahh, kurasa kau sudah menyukainya” Chinen
tertawa dan disambut lainnya. Namun yang jadi bahan tertawaan melongos keluar
ruangan.
“Yamapi kenapa?” tiba-tiba Ryu sudah berada di ruangan itu.
“Ia memikirkan Ako dan janjinya” sahut Yuto.
“Ako? Oh, ya ya. Eh, ngomong-ngomong tadi aku bertabrakan dengan seorang gadis
di supermarket yang bernama Ako. Namun, aku tidak melihat wajahnya. Hanya saja
ia tidak gendut.”
“Apa? Dimana? Kapan?” tiba-tiba Yamada masu ke ruangan itu dan mendekati Ryu.
“Hei! Pelan-pelan dong. Tapi, menurutku itu bukan Ako yang kau maksud” jawab
Ryu. Yamada kembali menjauh dengan wajah yang lemas lagi.
“Tapi, itu bisa saja. Bukankah janji Ako untuk jadi kurus dan cantik” Yuto
berkomentar. Yang lain menanggapi dengan anggukan. Tapi Yamada kembali
bergeming dan keluar ruangan.
***
Aku berdiri di dekat jendela, mengamati pemandangan kota Tokyo saat malam.
“Aku ingin bertemu dengannya” aku berbisik pelan.. “Aku ingin ia tahu, bahwa
aku sungguh-sungguh untuk memenuhi janjiku” lagi-lagi aku hanya berbisik. Aku
berharap ada angin yang berhembus dan membawa ungkapanku ini padanya.
Sebenarnya hanya setahun usahaku untuk menjadi kiris. Namun, saat itu aku tidak
memiliki keberanian untuk kembali ke Tokyo dan menuntut pengakuannya. Aku ragu
bahwa apa yang ia katakan dulu sungguh-sungguh. Bisa saja is telah lupa padaku.
Lagipula apa untungnya bagi Yamada untuk mengingatku. Sementara ada ratusan
gadis cantik di sekitarnya. Arghh… Aku menuju ke tempat tidur dan kurebahkan
diriku disana. Aku harus menemuinya. Setidaknya jika ia tidak meningatku atau
melupakan janjinya, aku telah memenuhi janjiku. Tidak lama kesunyian merayap ke
pikiranku. Aku telah berada dalam dunia yang tidak jelas akan bentuk dan warna.
Yamada
POV.
Hari ini aku berjalan-jalan seorang diri. Aku benar-benar butuh refreshing saat
ini, anak-anak Hey!Say! lainnya selalu menertawaiku. Aku bukan tipe orang yang
akan lupa begitu saja pada janji. Arghh. Apakah ia belum bisa memenuhi janjinya
untuk menjdi kurus dan cantik sehingga ia belum muncul? Aku sungguh bodoh, apa
aku harus terus menunggu? Jika aku tidak menunggunya, itu bukan kesalahanku
karena ia yang begitu lama muncul atau tidak akan pernah muncul. Tapi, arghh.
Aku benci seperti ini. Kutendang sebuah kaleng soda dihadapanku. Trenngg.
“Ouch” ternyata kaleng itu mendarat di kepala seseorang.
“Tidak. Bagaimana ini? Bagaimana jika ia seorang fans? Aku harus pergi. Tapi.”
“Gomenne. Aku tidak sengaja.” Kataku. Ternyata ia seorang gadis dan kini ia menghadap
padaku.
“Yama-pi” gadis itu mengenaliku dan ia sangat terkejut.
“Sst. Sst.. Kumohon, jangan berteriak. Akan kacau jika orang tahu aku disini”
bujukku pada gadis itu. Wajahnya sangat terkejut. Aku membalikkan badanku dan
ingin segera pergi sebalum ia banyak bereaksi.
“Lama tidak bertemu Yamada-Kun” tiba-tiba gadis itu bersuara.
“Heh?” aku kembali menghadap gadis itu.
“Apa kau tidak mengenaliku? Ahh ya. Kau hanya kenal Ako gadis gendut dan jelek
kan?” Gadis itu kembali bertanya.
“Kau, Ako. Nakashima Miyako?” aku bertanya padanya.
“He-em.” Ia mengangguk. Oh Tuhan, ia benar-benar kembali dengan wajah cantik
dan kurus. Ia tidak berbohong. Ia sungguh-sungguh.
“Tapi kenapa baru sekarang kau muncul Ako? Itupun secara kebetulan!” kami telah
duduk di sebuah bangku di taman.
“Maaf. Aku belum lama datang dari LA. Kira-kira baru seminggu aku disini.”
“Jadi, selama 3 tahun kau tidak pernah ke Tokyo?” aku menatapnya lekat-lekat
mencari-cari celah jika ia berbohong.
“Tidak” ia menggeleng. “Eh, Yamada-Kun, Hey!Say! sekarang tambah terkenal yah..
aku melihat banyak billboard diri kalian” ia tersenyum padaku.
“Yah, begitulah” aku tidak tertarik akan topik ini. Aku menatapnya. ‘apakah
selama ini ia menderita untuk dapat menjadi seperti ini?’ aku berbisik dalam
hati. Ia kemudian menatap kearahku juga.
“Ada apa? Kenapa kau melihatku seperti itu?”
“Tidak” aku mengalihkan perhatianku. “Aku hanya berpikir kau sangat menderita
selama ini. Kau nampak tidak bahagia” aku kembali menatapnya.
“Siapa bilang? Aku bahagia. Menghilangkan tumpukan lemak sangat
menyenangkan, seperti kau membuang limbah.” Ia tersenyum “ terutama jika itu
untuk orang yang kita cintai” lanjutnya ia menatap kearah jauh di depan sana.
“Apa kau masih menyukaiku?” tanyaku tiba-tiba.
“Menurutmu?” ia balas bertanya.
“Entahlah, aku tidak tahu. Kau pergi 3 tahun tanpa kabar dan baru sekarang kau
muncul. Karenanya aku ragu akan hal itu.”
“bukankah janjiku aku akan menemuimu saat aku kurus dan cantik. Tentu saja aku
menunggu saat itu” ia lagi-lagi tersenyum.
“Apa dalam waktu 3 tahun kau baru bisa seperti ini?” tanyaku.
“Tidak. Aku berhasil membuang limbah lemak ini saat tahun pertamaku di LA”
“Lalu, mengapa keu tidak muncul saat itu?” emosiku mulai terpancing.
“Entahlah, kupikir itu belum saatnya. Aku pikir kau akan lupa” ia menundukkan
wajahnya.
“Aku? malah kupikir kau yang akan lupa. Membiarkan aku menunggu 3 tahun.” Aku
menatapnya sangsi.
“Maaf, aku tidak bermaksud demikian” ia masih tertunduk.
“Kau bahkan mengganti nomor ponselmu tanpa memberitahuku”
“Gomen. Aku tetap memiliki no ponselmu, namun…” ia menatapku.
“Namun, kau sama sekali tidak menghubungiku, itu yang kau anggap teman? Ha?”
kali ini aku benar-benar marah.
“Teman?” bisiknya. Namun, aku mendengarnya.
“ENtahlah, aku tidak mengerti jalan pikiranmu” aku pergi meninggalkannya. Aku
marah, entah karena apa.
“Tentu saja aku adalah temannya.” Samar-samar aku masih mendengar suaranya.
Ako
POV.
Aku menatap nanar ponselku yang tergeletak di atas meja. Menunggu jika
memungkinan ia menghubungiku. Beberapa hari setelah pertemuan pertamaku
dengannya di taman, aku mengirimnya pesan singkat. Hanya berupa permintaan maaf
dan menyampaikan bahwa itu nomor ponselku. Tetapi sampai sekarang, sudah 3 hari
ia belum juga menghubungiku. ‘Apa ia masih marah padaku?’ ‘Atau ia langsung
menghapus pesanku?’ ‘Atau ia tidak tahu bahwa kau mengirimnya pesan singkat,
karena saat itu ia sedang latihan dan managernya yang membacanya lalu
menghapusnya karena disangka itu dari fansnya?’ ‘Atau?’ argh.. begitu banyak
kemungkinan-kemungkinan yang muncul di kepalaku. Aku merebahkan diriku di atas
tempat tidur. Apa aku salah? Tapi aku sudah minta maaf. Apa begitu menyakitkan
baginya? Sudahlah, aku percaya takdir, jika aku memang ditakdirkan dengannya
pasti ada jalan untuk terselesaikan masalah ini. Tapi, aku ingin ia tahu bahwa
aku masih seperti Ako yang dulu, nanti dan selamanya.
***
Beberapa hari setelah malam itu Yamada belum juga menghubungiku. Aku juga
enggan untuk menghubunginya lagi. Tiba-tiba ponselku berdering.
“Halo, Yamada-kun? Aku langsung bersuara tanpa melihat nomor yang tertera di
layar ponselku.
“Maaf mengecewakanmu Ako. Tapi aju bukan Yamada. Aku Ryu. Ingat Ryutaro?”
“Oh.. gomenne Ryu.” Wajahku kembali lemas. “Tentu saja aku ingat! Mana mungkin
aku lupa pada kalian!” aku berusaha menunjukkan bahwa aku tidak kecewa karena
ia yang menghubungiku.
“Syukurlah. Ako apa kabar? Hah? Apa sekarang kau telah kehilangan sebagian
lemakmu dulu?” ia terkekeh
“Tentu saja aku kan sudah berjanji. Emm, Ryu dari mana kau mendapat nomor ku?”
tanyaku padanya.
“Tentu saja dari Yama-pi”
“Heh?” aku kaget mendengar jawabannya.
“Iya, saat kau kirim pesan itu. Ia mendesah. Kemudian saat ia pergi tanpa
ponselnya, aku membuka pesanmu dan mengambil nomor mu.” Ia terdengar sangat
bangga.
“Aich,,, kalian masih saja usil.”
“Apa Yama-pi belum belum menghubungimu, Ako?”
“Belum. Sepertinya ia masih marah padaku”
“Bersabarlah Ako, ia butuh waktu untuk itu. Mungkin ia terkejut karena
tiba-tiba bertemu denganmu!”
“He-em, mungkin saja”
“Eh Ako, sepertinya kita pernah bertemu di supermarket. Aku menabrakmu. Kau
ingat?”
“Oh, ya. Jadi itu kau, astaga.”
“ternyata kau benar-benar berubah sekarang. Teman-teman ingin melihatmu. Nanti
malam Hey!Say!7 akan makan bersama disini, aku minta kau datang dan
mengenai Yamada, kau tidak perlu pusing jalani saja!”
Aku berpikir mengenai ajakan Ryu dan menurutku itu tidak buruk. Toh, disana aku
bertemu yang laiin. Jadi, tak ada alasan Yamada akan mengusirku atau
meuduhku memburunya.
“Baiklah aku akan datang”
“Ok. Sudah dulu ya Ako. Bye-bye”
“Bye-bye”
Malam harinya aku memenuhi janjiku untuk datang ke Johny’s Entertainment.
Ternyata Ryu menunggu di depan.
“Akhirnya kau datang. Aku pikir kau berubah pikiran. Ayo, kita masuk” ia
menarikku.
“Hei!! Tebak siapa yang bersamaku!” semuanya mengalihkan perhatiannya ke Ryu.
Tetapi tak seorang pun menjawab. Aku lihat Yamada terkejut melihatku disini.
“Ini Ako. Nakashima Miyako! Kalian ingat?”
“Wow” tiba-tibe chinen angkat suara. “Kau Ako? Ternyata kau benar-benar…” ia
menggantungkan kalimatnya. “Berubah”
“Selamat datang kembali, Ako” Keito ikut mendekat kearahku.
“Hishasiburi Ako-chan. Kau benar-benar berubah” yuto menambahi.
Kemudian serentak mereka menatap ke arah Yamada yang masih duduk tenang di
kursinya.
“Kenapa kalian semua melihatku?” tanya Yamada setelah sadar dirinya menjadi
objek saat itu.
“Aku telah bertemu dengannya sebelumnya, untuk apa mengucapkan ucapan selamat
datang dan sebagainya.” Ia kembali asyik dengan ponsel ditangannya.
“Sudahlah, ayo kita mulai acara penyambutan Ako.” Ryu berusaha melerai
ketegangan itu.
“Ok” mereka kemudian duduk di kursi mereka masing-masing dan entah aku harus
senang atau merasa sial aku duduk tepat dihadapan Yamada.
“Eh, Ako berapa lama kau akan berada di Tokyo?” Chinen bertanya padaku di
sela-sela makan malam ini.
“Aku hanya sebulan dan 2 minggu lagi aku kembali ke LA” semuanya menghentikan
makannya dan menatapku tanpa terkecuali Yamada. Mereka terlihat sanagt terkejut.
“Kenapa cepat sekali, Ako? Padahal kita baru bertemu denganmu.” Suara Ryu
terdengar sedih.
“Gomen, tadinya aku ingin mengambil libur 2 bulan. Tapi, tidak bisa.”
“Baiklah, karena hanya 2 minggu jadi kita harus memanfaatkan sebaik mungkin”
Yuto berusaha untuk menghibur teman-temannya.
“He-em tentu saja. Ayo lanjutkan makan kalian.” Aku melihat ke arah Yamada. Ekspresinya
datar. ‘Apakah itu ekspresi sedih, kecewa atau bahagia?’ aku tidak mengenal
ekspresi itu.
Selesai makan malam, kami berkumpul di ruangan mereka. Namun aku tidak
menemukan Yamada disana. Aku mencarinya keluar. Ternyata ia berdiri di dekat
jendela den menatap keluar.
“Ehem.. kau sedang apa?” tanyaku.
Ia melihatku lewat ujung matanya. “Tidak, tidak ada yang kulakukan.” Sesaat
hening tidak ada diantara kami yang bersuara.
“Jadi?” ia kemudian berbicara.
“Heh?”
“Apa yang akan kau lakukan dalam waktu 2 minggu?” ia menjelaskan pertanyaannya.
“Ohh.. Mungkin hanya berjalan berkeliling Tokyo bersama teman-temanmu dan
tentunya kau juga, jika kau mau”
“Ohh.. Aku tidak janji” kemudian ia berbalik dan pergi.
‘Apa sulit untuk menerima kehadiranku’ Aku berbisik dalam hati.
***
2 minggu terakhirku di Tokyo, ku habiskan bersama anak-anak Hey!Say!!7. kami
biasa bercengkerama bersama, makan malam dan lainnya sesuai dengan waktu
mereka. Maklum, mereka harus sering latihan.. aku semakin akrab dengan mereka.
Namun, hubunganku dengan Yamada tidak jauh berkembang. Ia masih jarang
berbicara padaku, aku lebih sering mengajaknya ngobrol. Padahal keberangkatanku
ke LA tinggal sehari lagi.
“Ako, tidak terasa 2 minggu hampir berlalu.” Kata Keito suatu hari saat aku
berada di Johny’s Entertainment melihat mereka latihan.
“He-em, besok pagi aku akan ke LA” kataku.
“Apa? Besok pagi?”Tiba-tiba Yamada bersuara membuat yang lain mengarahkan
perhatiannya padanya.
“He-em. Hari ini aku ingin pamit dengan kalian” aku menatapnya.
“Pamit?” tanyanya. “Kau datang tanpa pemberitahuan dan pergi dengan sebuah
pemberitahuan. Lucu sekali” setelah berkata demikian ia beranjak pergi. Aku
hanya diam dan menatap dirinya yang menjauh.
“Kau tak apa-apa Ako?” Ryu mendekat ke arahku sementara Yuto berjalan menyusul
Yamada.
“He-em. Daijobu.” Aku berusaha tersenyum. “Bagaimanapun sangat menyenangkan
menghabiskan liburanku bersama kalian” tambahku.
“Tentu, jika nanti kau kembali kau harus bermain lagi dengan kami” kali ini
Chinen yang bersuara.
“Sudah pasti. Aku harap kalian sering menghubungiku. Aku harus pulang sekarang.
Aku belum berkemas”
“Biar kuantar. Nampaknya akan hujan sebentar lagi” Ryu menawarkan.
“Tidak. Terima kasih, namun tidak perlu. Sekalian ada barang yang ingin kubeli.”
Diruangan
lain.
“Apa kau bahagia dengan bersikap seperti ini? Hah?”
“Yamada?” Yuto mulai membentak karena kesal ia tidak menenggapi ucapannya.
“Entahlah”
“Jika kau mencintainya. Makan bukan begini caranya.” Yuto menambahkan.
“Aku tidak mencintainya.” Yamada Mengelak.
“Huh. Hanya orang bodoh yang mengatakan kau tidak mencintainya. Lalu kenapa kau
bersikap demikian jika kau tidak mencintainya, hah?”
“Aku tidak tahu”
“Jawabannya sederhana Yama-pi. Itu karena kau mencintainya. Kau marah saat ia
datang dengan wajah cantik dan kurus, itu karena kau terkejut bahwa ia mampu
seperti itu dan kau merasa bersalah karena ia pastinya menderita untuk jadi
seperti itu. Namun, kau kecewa karena ia terlambat menunjukkannya padamu. Ingat
ia akan kembali ke LA besok. Pastikan bahwa kau tidak akan menyesal karenanya.
Bisa saja karena sikapmu ini ia akhirnya putus asa dan berusaha untuk
melupakanmu. Apa kau tidak akan menyesal?” perkataan Yuto kali ini berhasil
membuat Yamada berbalik menghadapnya.
“Kau benar. Aku harus memberi jawaban sesuai janjiku 3 tahun lalu” setelah
berkata demikian, Yamada berlari menuju ruang latihannya.
“Kemana Ako?” tanyanya kepada teman-temannya disitu.
“Ia baru saja pulang, katanya ia harus berkemas” chinen menjawab pertanyaannya.
“Hujan begini?”
“Ya, tadinya..” belum selesai Chinen menjawab pertanyaan itu, Yamada telah lari
keluar ruangan..
“Nampaknya ada yang telah menyadari perasaannya” Keito berkomentar dan yang
lain mengangguk.
***
Aku terus berjalan menerobos titik-titik hujan. Tidak ada hasilnya apa yang
kulakukan 3 tahun ini. Bahkan, lebih buruk dari sebelumnya. Aku harap
kembalinya aku ke LA akan lebih menyenangkan dari ini.
“Jangan pergi, kumohon.” Kurasakan lingkaran tangan seseorang dari belakang di
tubuhku dan berbisik lembut di telingaku. Spontan kuhentikan langkahku.
“Maaf telah mengecewakanmu. Tapi aku ingin kau tidak melupakanku” lanjutnya.
Aku berbalik menghadapnya. “Yama-pi”
“Aku ingin memenuhi janjiku 3 tahun lalu. Jawabannya.. Aku menyukaimu juga.
Bahkan lebih. Aku mencintaimu”
“Yama-pi” aku memeluknya ia pun balas memelukku. “Kenapa baru
mengatakannya. Aku hampir putus asa karena itu”
“Maaf” tetesan hujan semakin deras. Namun, itu tidak terasa di kulitku karena
ada yang lebih indah yang dapat kurasakan. Aku melepas pelukan kami.
“Yama-pi, tunggu aku. tunggu sampai aku menyelesaikan kuliahku di LA”
“Aku akan menunggu selama yang kau minta.” Kami kembali berpelukan
Ternyata tidak ada yang sia-sia di dunia ini jika kau melakukannya dengan
sungguh-sungguh. Bahkan, akan ada harga yang kau dapat yang lebih dari itu.
The
END
mina-san tinggalin
comment yaa..
0 komentar:
Posting Komentar